Cerita Pendek Sekali : Surat untuk Peter

Peter,

Kamu pria yang baik. Kamu cerdas. Kamu bisa meraih segalanya dengan kemampuan yang kamu punyai. Sementara aku tidak, Peter. Aku tidak. Aku tidak sepertimu. Aku tak mahir dalam segala hal. Kecuali satu. Aku mahir beromong kosong. Aku mahir dalam hal itu. Sangat mahir.

Seperti yang kamu lihat Peter. Aku tidak punya masa depan. Aku hanya punya masa lalu. Aku tak pernah berani menuju masa depan. Aku tidak bisa membuatnya. Aku hidup di masa lalu. Sudah kukatakan tadi. Masa lalu.

Peter,

Aku tidak punya apa-apa. Masih adakah yang kau harapkan padaku? Mungkin ada, mungkin. Tapi aku tak bisa menjanjikan harapan-harapan itu jadi kenyataan, Peter. Yang aku berikan hanya omong kosong. Ingat kan, Peter? Kau habiskan waktumu dengan omong kosongku. Selama ini.

Kau tentu tidak mau, Peter. Kau tidak mau menghabiskan seluruh sisa hidupmu denganku. Kau tidak mau menikahi omong kosongku. Jangan, Peter. Jangan.

Peter,

Aku mohon...

Jangan!

---

Kuletakkan surat yang ditulis di atas kertas coklat itu di dalam keranjang sampah. Aku menghela napas. Kuseruput secangkir kopi yang cukup lama kuanggurkan di atas meja. Apa maksudmu Jeni? Aku tidak mengerti.

Aku sama sekali tidak tahu apa yang ingin kaukatakan kepadaku. Lewat surat itu. Apa kamu tahu esok aku akan pergi ke Bali? Aku dipindahtugaskan di sana. Kepergian yang semakin membuatku mantap meninggalkanmu.

Tunggu, aku bahkan belum mengatakannya padamu. Memang tak akan kukatakan. Aku ingin pergi saja. Begitu saja.

Tapi tahukah kamu, Jeni? Aku tak pernah lelah dengan omong kosongmu. Tidak! Aku memahamimu. Aku mengerti bagaimana dirimu. Kamu  mahir dalam hal itu. Mungkin kamu memang terlahir untuk itu.

Sudahlah Jeni. Tak masalah. Akan kuturuti permintaanmu. Aku akan ke Bali dan bertemu orang baru. Mungkin...bertemu teman baru. Wanita baru? Hahaha... Baiklah Jeni, aku akan berkemas lalu tidur. Pesawatku berangkat esok pagi. Subuh aku sudah harus di bandara. Sudah, ya.

Aku pun menutup mata. Semoga tidurku nyenyak.

----

Ini mimpi. Kubuka kedua mataku. Kuraba kasur. Jeni tak lagi disampingku. Bukankah tadi ia tertidur di sini? Ia sudah tak ada. Kulihat secarik kertas di atas bantal. 

"Aku terbang ke Bali. Jangan lupa makan ya."

Ini mimpi. Ini mimpi. Ini mimpi. Aku pun tidur lagi. Aku ingin mimpi lain.

Mimpi lain.



Comments

Popular posts from this blog

'Ke Sana' - nya Float

Ayu Rianna Amardhi: Sang Putri Indonesia dari Komunikasi

Sensasi Bermusik Live