Posts

Rumah dan Maaf, 31 Hari Menulis

17 Maret - 31 Mei 2020, selama itu berdiam diri di rumah. Kembali ke rumah, tempat dimana setiap hari bertemu dengan keluarga, mungkin tetangga juga. Tempat memulai dan mengakhiri semua aktivitas. Dari membuka mata sampai menutupnya lagi. Bekerja, bermain, menghibur diri, melakukan hobi, mengurus anak, semua dilakukan di rumah. Yang dulu dilakukan di beda-beda tempat. Bahagia, sedih, kesal, marah, takut, bosan, rindu, semuanya lahir dan tumbuh, diselesaikan pula di rumah. Yang dulu biasanya berasal dari luar rumah, atau mencari keluar rumah, sebagai bentuk penghiburan. Masa pandemi ini, membuatku belajar hidup di rumah. Mungkin dulu rumah hanya tempat melepas lelah usai beraktivitas di luar. Bertemu dengan keluarga juga hanya sekejap. Kini rumah adalah segalanya. Segala yang kau punya ada di rumah. Mari nikmati saja masa-masa ini. Akan datang waktunya semua ini berakhir. Oh ya, untuk 31 Hari Menulis, aku minta maafkan. Kupikir berbulan-bulan di rumah, aku akan giat

Aplikasi Penyelamat Ibu

Selama berdiam diri di rumah 3 bulan ini, aku harus memegang dua peran sekaligus. Ibu bekerja dan ibu rumah tangga. Mungkin bagi ibu lainnya mudah, tapi tidak bagiku. Ya hasilnya tidak sempurna. Semua keteteran. Tapi ada berbagai aplikasi yang cukup membantu menjaga kewarasanku selama ini. Daripada stres, lebih baik beberapa hal aku pasrahkan pada aplikasi-aplikasi ini. Apa saja tuh, aplikasi penyelamat ibu muda maunya serba praktis dan enak? Cekidot! 1. Gojek / Grab Wah layanan ini sungguh andalan. Kalau malas masak, aku pesan saja via Go Food / Grab Food. Untungnya aku masih tersugesti, kalau niatnya baik, emang butuh beli makanan sekaligus amal sama para driver, urusan virus biarlah Tuhan yang memutuskan. Tentu saja, tiap sebelum dan sesudah makan, cuci tangan. 2. Happy Fresh / Sayur Box / Layanan Raisa AEON Mal Aku penakut sekali soal ke luar rumah. Apalagi harus ke pasar atau supermarket penuh orang-orang. Makanya aku putuskan mulai sekarang belanja kebutuhan

Tips Nonton TWOTM dengan Cepat dan Anti Baper

Drama Korea "The World of The Married" atau TWOTM menjadi tren. Konon ceritanya bisa mengaduk emosi penontonnya. Tapi kalau kamu ndak punya banyak waktu buat nonton drakor ini? Atau kamu suka baperan, sport jantung saat nonton drama Korea, episode per episode, jadinya suka ndak sabaran sendiri? Terus jadi malas sendiri? Tenang, masalah itu bisa dicarikan solusi. Inilah tips menikmati "The World of The Married" dengan cepat dan anti baper: 1. Nonton episode 1 Nah supaya kamu tahu siapa tokoh utama dan latar cerita, episode 1 wajib ditonton. Episode ini belum terlalu banyak konfliknya. Tapi dari awal, sudah mulai bikin gemes-gemes deg-deg ser. Nah kalau memang tahan, ya lanjut saja nonton episode 2 dan seterusnya. Kalau tidak, lanjut ke tips kedua. 2. Cari sinopsis lengkap episode 2 - 13 di internet Cukup gampang bukan langkah ini? Banyak sekali artikel yang mengupas alur cerita drama Korea ini. Kamu cukup cari saja yang enak dibaca. Cerita sama

Normal yang Baru

Image
Sudah hampir dua bulan di rumah saja, semua berubah jadi serba online. Beli makan, beli sayur, beli makanan, beli kebutuhan rumah tangga, beli baju, beli popok, dan hal-hal konsumtif lainnya. Karena ketakutanku pergi ke luar rumah, memungkinkan aku melakukan segala bentuk berbelanja lewat aplikasi di smartphone. Padahal dulu, belanja mingguan di supermarket menjadi semacam terapi dan me time buatku. Kini, ternyata melalui smartphone saja, semua barang yang aku inginkan bisa datang dengan sendirinya. Pun tidak berbeda kualitasnya dari yang biasanya aku pilih sendiri. Wow. Gaya hidup seperti ini mungkin akan jadi normal yang baru buatku, bahkan kalau pandemi berakhir. Nyatanya tak berbelanja ke supermarket langsung juga aku masih bisa hidup. Malah hemat waktu dan tenaga. Ndak perlu repot-repot angkat angkut. Hemat duit juga. Jadi ndak bisa beli barang nir faedah karena impulsif. Wow. Pandemi tahun ini beneran ndak abal-abal. Semoga memang ini peristiwa alam,

Sesederhana Itu

Di Hari Ibu versi internasional, hari ini, aku memasak nasi, sayur sop dan sate ayam. Resep nasi aku pelajari dari tradisi keluargaku sejak memiliki rice cooker. Sayur sop aku bumbui sesuai ajaran ibuku. Sate ayam kubuat meniru resep ibu mertuaku. Syukurlah suami dan anakku mau makan masakanku. Berarti masakanku masih bisa dimakan. Wah, sejak umur 27 tahun aku menjadi ibu. Hal yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Sejak tinggal mandiri bersama suami dan anak, aku jadi sedikit-sedikit belajar memasak. Senangnya hari ini masakanku dihabiskan oleh mereka. Kebahagiaan seorang ibu sesederhana itu. Happy Mothers Day!

Onar (Bagian 3)

Suara alarm membangunkanku pagi ini. Oh jam berapa ini? Telatkah aku? Aku janji pada Yuri untuk membuatkannya bekal nasi sate ayam hari ini. Ia ingin bekal yang lain dari biasanya. Katanya, hari ini sekolah mewajibkannya bawa bekal. Katanya, ia tidak ingin malu saat membuka kotak makanannya. Syukurlah, masih pukul lima pagi. Aku bergegas beranjak dari kasurku. Tapi ada yang aneh. Tak ada Dodi di sampingku. Kemana dia? Apakah semalam ia tidak pulang? Ah persetan, sate ayam lebih penting bagiku sekarang. Nyatanya tak begitu, saat kubumbui dan kubakar tusuk demi tusuk ayam ini, pikiranku tertuju pada pria itu. Dia tak berkabar. Ponselku sepi. Dia harus bertanggung jawab, kalau rasa sateku akan kacau. Pukul enam datang juga. Akhirnya bekal untuk Yuri beres. Anak kelas 4 sekolah dasar itu juga sudah bangun. Aku bergegas menyuruhnya mandi dan bersiap-siap. Sial! Hari ini jadwal Dodi mengantar Yuri. Aku ada janji wawancara narasumber pagi-pagi untuk mengejar deadline tulisanku sore n

Onar (Bagian 2)

Sehabis jam kantor usai, aku kembali lagi ke kantin. Biasanya masih ada beberapa pedagang yang tinggal di lapak. Aku tak bisa membendung rasa penasaran ini. Aku ingin tahu apa yang terjadi pada Bu Mirah. Kulihat Pak Kasno masih ada. Aku hampiri dia yang sedang duduk-duduk. Tapi raut wajahnya seperti agak cemas, menunggu seseorang. "Pak Kasno, tumben belum pulang pak?" tanyaku. Ia bergegas berdiri. Raut wajahnya lepas, seperti seseorang yang ditunggunya sudah datang. "Mbaaak...ternyata sampean ke sini juga. Saya mau masuk kantor sampean ndak berani. Tadi lihat sampean makan sama Mas Dodi, kok ndak berani ganggu," katanya. "Wonten nopo to Pak? Kok sepertinya nunggu-nunggu saya," tanyaku. "Nganu mbak...sebenarnya saya mau cerita. Tapi mbak...," suara Pak Kasno mulai melirih. "Pripun to Pak, saya ndak bakal marah kok Pak, cerita saja," aku makin penasaran. Lalu jantungku mulai berdegup kencang. "Sambil