Kaum Muda dalam Bingkai Budaya

Banyak sekali film-film yang bercerita tentang dinamika kaum muda. Dua diantaranya ialah Across The Universe (2007) dan sebuah film dokumenter National Geographic, Love in The Sahel (2001). Bisa dibilang keduanya berusaha untuk menuturkan bagaimana kehidupan anak muda pada masanya.

Pertama, dalam film Across The Universe kaum muda sedang berada dalam era generasi baby bloomers. Era disaat Eropa-Amerika baru saja menyudahi perang dunia kedua dan berusaha bangkit dari keterpurukan. Kaum muda yang direpresentasikan oleh tokoh-tokoh di dalam film ini adalah kaum muda yang mencoba menemukan jati dirinya. Intrik dan konflik kehidupan keluarga, asmara, sampai politik mewarnai perjalanan mereka.

Satu hal yang pasti, kehidupan kaum muda di kala itu penuh dengan “perlawanan”. Sekelompok anak muda memilih untuk menjadi seorang yang bebas dan tidak terkekang oleh apapun. Mereka berani hidup dalam jalan yang mereka pilih sendiri. Tempat tinggal, pekerjaan, pasangan hidup, serta bagaimana mereka menjalaninya tidak terpaku oleh budaya dominan yang ada. Budaya yang dianut para orang tua mereka.

Praktik kebudayaan yang melawan kebudayaan dominan dalam cara tersebut dikenal sebagai counter-cultures.[1] Praktik counter-cultures jelas terlihat dalam film garapan sutradara Julie Taymor. Pola pikir, cara berpakaian, musik, dan gaya hidup mereka terkesan nyeleneh atau slengean. Seperti yang dituliskan oleh Richard Kahn dan Douglas Kellner dalam artikelnya:[2] “A decade later…, 1960s youth turned to the mods, on the one hand, and hippie and countercultural styles of sex, drugs, and rock and roll, on the other.”

Selain itu, media massa yang telah menyentuh lini kehidupan masyarakat membuat kaum muda lebih aware terhadap isu-isu global yang sedang hangat. Seperti misalnya ketika Lucy bergabung bersama kelompok anti perang Vietnam di Amerika. Sehingga kaum muda saat itu pun tak jarang tergerak oleh rasa solidaritas bersama.

Kemudian jika menilik satu film lagi, yaitu Love in The Sahel jelas terlihat ada perbedaan cara hidup kaum mudanya. Dalam film yang bersetting di tanah Afrika ini, kaum mudanya masih memegang teguh prinsip-prinsip dan aturan-aturan budaya setempat. Mereka dilahirkan dan dibesarkan dengan berbagai budaya dan adat yang turun-temurun diajarkan.

Hal tersebut lebih jelas terlihat ketika kaum pria yang beranjak dewasa harus melewati berbagai ujian dan upacara agar ia bisa diterima dalam masyarakatnya sebagai seorang lelaki muda yang tangguh. Seperti misalnya budaya menggembala ternak dan ritual Dama.

Kaum muda “tradisional” ini tidak akan berani melanggar adat dan budaya yang sudah berlaku sejak nenek moyangnya lahir ke dunia. Karena para pemuda merupakan ujung tombak keluarga yang diharapkan mampu membawa keluarga mereka menuju kepada kesejahteraan.

Bahkan kaum muda ini tidak sempat untuk memikirkan bagaimana kondisi dunia luar. Selain karena sistem sosial masyarakat yang mengkonstruksi pola pikir dan gaya hidup mereka, ketidakhadiran media juga menjadi salah satu faktor. Sehingga tidak ada pemikiran-pemikiran baru yang masuk dan mengubah budaya yang sudah ada.

Ya, bicara kaum muda bicara tentang kelompok usia yang dinamis dan penuh gejolak. Dinamika kehidupan kaum muda tak jarang melahirkan kebudayaan baru. Namun ada juga kaum muda yang masih bertahan dengan kebudayaan tradisonal yang ada. Across The Universe dan Love in The Sahel, dua film dengan latar belakang yang sangat berbeda. Kaum muda dalam bingkai oleh dua budaya yang berbeda pula.

[1] Cara Heaven & Matthew Tubridy. Global Youth Culture and Youth Identity. dalam http://www.verina.vesel.info/wp-content/uploads/2007/11/youth_culture1.pdf). Hal.151 diunduh pada 15/03/2011 pukul 20.00 WIB.

[2] Richard Kahn and Douglas Kellner. Global Youth Culture. dalam http://gseis.ucla.edu/faculty/kellner/essays/globyouthcult.pdf. hal.3 diunduh pada 15/03/2011 pukul 20.00 WIB.

Referensi

Cara Heaven & Matthew Tubridy. Global Youth Culture and Youth Identity. Dalam http://www.verina.vesel.info/wp-content/uploads/2007/11/youth_culture1.pdf). diunduh pada 15/03/2011 pukul 20.00 WIB.

Richard Kahn and Douglas Kellner. Global Youth Culture. Dalam http://gseis.ucla.edu/faculty/kellner/essays/globyouthcult.pdf. diunduh pada 15/03/2011 pukul 20.00 WIB.

Comments

Popular posts from this blog

'Ke Sana' - nya Float

Ayu Rianna Amardhi: Sang Putri Indonesia dari Komunikasi

Sensasi Bermusik Live