Onar (Bagian 3)

Suara alarm membangunkanku pagi ini. Oh jam berapa ini? Telatkah aku? Aku janji pada Yuri untuk membuatkannya bekal nasi sate ayam hari ini. Ia ingin bekal yang lain dari biasanya. Katanya, hari ini sekolah mewajibkannya bawa bekal. Katanya, ia tidak ingin malu saat membuka kotak makanannya.

Syukurlah, masih pukul lima pagi. Aku bergegas beranjak dari kasurku. Tapi ada yang aneh. Tak ada Dodi di sampingku. Kemana dia? Apakah semalam ia tidak pulang? Ah persetan, sate ayam lebih penting bagiku sekarang.


Nyatanya tak begitu, saat kubumbui dan kubakar tusuk demi tusuk ayam ini, pikiranku tertuju pada pria itu. Dia tak berkabar. Ponselku sepi. Dia harus bertanggung jawab, kalau rasa sateku akan kacau.

Pukul enam datang juga. Akhirnya bekal untuk Yuri beres. Anak kelas 4 sekolah dasar itu juga sudah bangun. Aku bergegas menyuruhnya mandi dan bersiap-siap.

Sial! Hari ini jadwal Dodi mengantar Yuri. Aku ada janji wawancara narasumber pagi-pagi untuk mengejar deadline tulisanku sore nanti. Kalau dia tak juga pulang, habislah aku!

"Ma, ayo berangkat! Bapak nggak pulang kan?" seru anak itu membuyarkan lamunanku.

"Iya, sebentar mama ganti baju," sahutku. Sialan kau Dodi! Teriakku dalam batin.

~

"Terima kasih Bu Mirah atas waktu dan informasinya. Sekali lagi mohon maaf atas keterlambatan saya tadi," ujarku penuh lega.

Aku sudah siap kehilangan semua rencanaku hari ini. Untung ia bukan seorang yang kaku. Bu Mirah cukup mengerti alasanku. Mungkin karena sama-sama perempuan. Mungkin juga jaga citra lantaran ia kini seorang anggota dewan yang terhormat.

"Santai saja mbak Rona. Kebetulan jadwal rapat-rapat komisi saya juga diundur," ujarnya.

Aku pun pamit dari ruang kerja Bu Mira. Jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Masih ada waktu untuk menjemput Yuri.

Sial! Aku teringat lagi dengan Dodi. Sampai sekarang ia tak berkabar. Arrgh!!!

~

"Ma, aku titip Yuri sampai besok pagi ya. Besok kujemput. Deadline nulis seperti biasa."

Kukirim pesanku untuk Mama. Selama ini, kalau aku dan Dodi ada kerjaan kantor sampai larut, Yuri kutitipkan padanya.

"Yo nduk, tenang wae yo."

Kubaca balasan pesan dari Mama. Lega rasanya. Tapi pesan yang sebenarnya kutunggu-tunggu tak datang juga.

Mungkin sudah ratusan pesan kukirim. Tak ada balasan. Entah ia sengaja atau tidak. Dodi tak biasanya seperti ini. Ia selalu mengirim kabar jika lembur di kantor dan tak pulang.

Ini aneh. Sungguh, Tuhan, ini aneh.


(Bersambung...)


Comments

Popular posts from this blog

'Ke Sana' - nya Float

Ayu Rianna Amardhi: Sang Putri Indonesia dari Komunikasi

Sensasi Bermusik Live